Sabtu, 14 November 2015

JENIS JENIS KONSELING



TUGAS TERSTRUKTUR
DASAR PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT
“Metode Belajar Konseling”





Disusun Oleh
Niky Nanda                                                   G1B014...
Ruth Puspita Dheo                                        G1B014...
Rani Nurlistiyawati                                       G1B014...
Beta Ana Fajar                                              G1B014...
Farisa Saraswati                                            G1B014...


KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYRAKAT
PURWOKERTO

2015

A.    Pengertian Konseling
Secara umum konseling sering diartikan sebagai suatu metode untuk menyelesaikan masalah, yang mencakup kerjasama dengan banyak orang dan mungkin bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, serta bimbingan atau pemecahan masalah. Dalam konseling terdapat peran konselor yang membeikan kesempatan kepada klien untuk mengeksplorasi dan menemukan pemecahan masalah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konseling merupakan hubungan antara konselor yang terlatih dengan klien yang bertujuan untuk membantu klien dalam memahami ruang hidupnya, serta belajar membuat keputusan sendiri mengenai penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi.
Robinson dalam M. Surya dan Rohman Natawijaya (1986) mengartikan konseling adalah semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana seorang yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya, hubungan konseling menggunakan nwawanara untuk memperoleh dan memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan, memberikan bantuan meloalui pengambilan keputusan.
Gibson dalam Shertzer dan Stone (1974) menekankan bahwa konseling ialah hubungan tolong-menolong yang berpusat pada perkembangan dan pertumbuhan seseorang individu serta penyesuaian dirinya dan kehendaknya kepada penyelesaian masalah, juga kehendaknya untuk membuat keputusan terhadap masalah yang dihadapinya.
Maclean dalam Shertzer dan Stone (1974) menyatakan bahwa konseling merupakan suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang terganggu karena masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang pekerja yang professional, yaitu orang yang telah terlatih dan berpengalaman membantu orang lain mencapai pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.
Wren (1955) menyatakan konseling adalah suatu hubungan yang dinamik dan bertujuan antara konselor dan klien. Konseling bukan saja bertujuan untuk memenuhi kehendak seorang pelajar, tetapi juga keikutsertaan dan kesepahaman yang ditunjukkan oleh konselor-klien, agar keduanya dapat berinteraksi dengan baik.
Menurut (Supriatna, 2011), berdasarkan sasarannya konseling dibagi menjadi dua yaitu konseling individual dan konseling kelompok.

1.      Konseling Individual
Konseling individual dalah proses belajar melalui hubungan khusus seara pribadi dalam wawancara antara seorang konselor dan seorang konseli (peserta didik). Konseling bertujuan membantu individu untuk mengadakan interpretasi fakta-fakta, mendalami arti nilai hidup pribadi, kini dan mendatang. Konseling memberikan bantuan kepada individu untuk mengembangkan kesehatan mental, perubahan sikap dan tingkah laku. Teknik yang digunkan dalam konseling individual yaitu
a.       Attending/menghampiri klien
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien. Hal ini mencangkup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan  bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat menimbulkan hal positif, seperti meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman, dan mempermudah eksperesi perasaan klien dengan bebas. Attending disebut juga perilaku menghapiri klien. Hal ini cukup kompeten kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Attending yang baik dapat menimbulkan beberapa hal positif, seperti meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman, dan mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
b.      Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien; merasa dan berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending. Tanpa perilaku attending, mustahil terbentuk empati. Terdapat dua macam empati, yaitu :
·         Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran, dan keinginan klien dengan tujuan agar klien dapat terihat dan terbuka. Contoh ungkapan empati primer : “Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda” ; “Saya mengerti keinginan Anda.”
·         Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran, keinginan, serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien, karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keterlibatan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman, dan termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : “Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu.”
c.       Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu:
·      Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda kaatakan adalah ……”
·      Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagi hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda Katakan…..”
·      Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda katakana sesuatu …..”
d.      Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengamatan klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tetekan, dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, dalam teknik eksplorasi ini pun terdapat tiga macam teknik yaitu :
·      Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan.
·      Eksplorasi pikiran, yaitu telknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien.
·      Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien.


Catatan :
Eksplorasi adalah ternik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia bathin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya.
e.       Menangkap pesan utama
Menangkap pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau innti ungkapan klien, dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana. Biasanya, ini ditandai dengan kalimat awal : “adakah “ atau “tampaknya” dan mengamati respon klien terhadap konselor. Tujuan Paraphrasing adalah
·      untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien
·      mengedepankan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan
·      member arah wawancara konseling
·      pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
f.       Pertanyaan terbuka
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicfara mengungkapkan perasaan, pengalaman, dan pemikirannya. Pertanyaan yang diajukan sebaliknya tidak menggunakan kata Tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien jika ia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata Tanya apakah, bagaimana, adakah, atau dapatkah.
g.      Pertanyaan tertutup
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka. Dalam hal-hal tertentu, dapat pula digunakan pertanyaan tertutup yang harus dijawab dengan kata “ya” atau “tidak”, atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup adalah
·      mengumpulkan informasi
·      menjernihkan atau memperjelas sesuatu
·      menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.

h.      Dorongan minimal
Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan oh ….., ya…., lalu…., terus,…. atau dan…
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya, dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan, atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
i.        Interpretasi
Teknik ini yaitu untuk mengulas pemikiran, perasaan, dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subjek konselor. Hal ini bertujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah  melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
j.        Mengarahkan
Teknik mengarahkan ini yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya, menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau mengkhayalkan sesuatu. Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka. Dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup yang harus dijawab dengan kata “ya” atau “tidak”, atau dengan kata-kata singkat.
k.      Menyimpulkan sementara
Teknik ini yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan, sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan
·      menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap
·      meningkatkan kualitas diskusi
·      mempertajam fokus pada wawancara konseling.


l.        Memimpin
Leading yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalan wawancara konseling sehingga tujuan konseling tercapai.
m.    Fokus
Fokus yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok  pembicaraan. Pada umumnya, dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogiyanya dapat membantu klien agar dapat menentukan apa yang fokus dari masalah tersebut.
Ada beberapa yang dapat dilakukan dalam teknik fokus ini, diantaranya :
·      Fokus pada diri klien. Contoh : “Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan.”
·      Fokus pada orang lain. Contoh : “Roni telah membuat kamu menderita, terangkanlah tentang dia dan apa yang telah dilakukannya?”
·      Fokus pada topic. Contoh : “Pengguguran kandungan? Kamu membiarkan aborsi? Pikirkanlah masak-masak dengan berbagai pertimbangan.”
·      Fokus mengenai budaya. Contoh : “Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada laki-laki  harus diatasi sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi objek laki- laki.”
n.      Konfrontasi
Konfrontasi yaitu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyuman dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah
·      mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur
·      meningkatkan potensi klien
·      membawa klien kepada kesadaran adanya discrepancy, konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.
Penggunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati,  yaitu dengan
·      memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yang tepat
·      tidak menilai apalagi menyalahkan
·      dilakukan dengan perilaku attending dan empati.
o.      Menjernihkan
Clarifying yaitu teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapaan klien yang samar-samar, kurang jelas, dan agak meragukan. Tujuannya adalah
·      mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, dengan ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis
·      agar klien menjelaskan, mengulang, dan mengilustrasikan perasaannya.
Pada umunya, dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu konselor seyogyanya dapat membantu klien agar dia dapat menentukan apa yang fokus dari masalah tersebut.
p.      Memudahkan
Facilitating yaitu teknik untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan  menyatakan perasaan, pikiran, serta pengalaman secara bebas.
q.      Diam
Teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5-10 detik. Komunikasi yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah (1) mananti klien sedang berpikir; (2) sebagai protes jika klien ngomong berbelit-belit; serta (3) menunjang perilaku attending dan empati, sehingga klien bebas bicara.
r.        Mengambil inisiatif
Teknik ini dilakukan manakalah klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang partisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan untuk
·      mengambil inisiatif jika klien kurang bersemangat
·      untuk mengambil keputusan jika klien lambat berpikir
·      untuk meluruskan jika klien kehilangan arah pembicaraan. Misalnya, dengan mengatakan : “Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar.
s.       Memberi nasihat
Pemberian nasihat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk member nasihat atau tidak. Sebab, dalam member nasihat, tetap dijaga agar tujuan konseling, yakni kemandirian klien, tetap harus tercapai.
t.        Memberi informasi
Sama halnya dengan nasihat, jika konselor tidak memiliki informasi, sebaiknya dengan jujur katakana bahwa dia mengetahui hal itu. Kalaupun konselor mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.
Pemberian nasihat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkan apakah pantas untuk member nasihat atau tidak. Sebab, dalam member nasihat,  tetap dijaga agar tujuan konseling, yakni kemandirian klien, harus tetap tercapai.
u.      Merencanakan
Teknik ini digunakan menjelang akhir sesi konselinguntuk membantu agar klien dapat membuat rencana tindakan (action), perbhuatan yang produktif untuk kemajuan klien.
v.      Menyimpulkan
Teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut
·      bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai kecemasan
·      memantapkan rencana klien
·      pemahaman baru klien
·      pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya, jika pandangan masih perlu dilakukan koseling lanjutan.
Menurut Supriatna (2011), seara umum proses konseling individual dibagi atas tiga tahapan yaitu:
a.       Tahap awal konseling
Tahap awal ini terjadi sejak klien bertemu konselor hingga berjalan proses konseling dan menemukan definisi masalah klien. Tahap awal ini Cavanagh (1982) menyebutkan dengan istilah introduction, invitation, and environmental support. Adapun yang dilakukan oleh konselor dalam proses konseling tahap awal adalah sebagai berikut.
1)      Membangun hubungan konseling dengan melibatkan klien yang mengalami masalah. Pada tahap ini konselor berusaha membangun hubungan working relationship, yaitu hubungan yang berfungsi, bermakna dan berguna. Konselor hendaknya mampu menunjukkan kemampuannya untuk dapat dipercaya oleh klien, tidak pura-pura, asli, mengerti dan menghargai klien agar klien terus-menerus mengikuti kegiatan konseling.
2)      Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Tugas konselor adalah membantu mengembangkan potensi klien, sehingga dengan kemampuan yang diilikinya mampu mengatasi masalah tersebut. Selain itu, konselor bertugas membantu menjelaskan masalah yang dialami oleh kliennya.
3)      Membuat perjanjian alternatif bantuan untuk mengatasi masalah. Konselor berusaha menjajaki kemungkinan rancangan bantuan yang mengkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien dan lingkungannya yang tepat untuk mengatasi masalah kliennya.
4)      Menegosiasikan kontrak. Kontrak ini mengatur kegiatan konseling termasuk kegiatan konselor dank lien karena konseling adalah kegiatan yang saling menunjang dan bukan pekerjaan konselor saja. Di samping itu, dalam kontrak ini konselor mengajak klien dan pihak lain untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah kliennya.
b.      Tahap pertengahan (tahap kerja)
Berdasarkan kejelasan masalah klien yang disepakati pada tahap awal, kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan pada: (a) penjelajahan masalah yang dialami klien, (b) bantuan yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali yang telah dijelajah tentang masalah klien. Cavanagh (1982) menyebutkan tahap ini sebagai tahap action.
Adapun tujuan pada tahap ini adalah sebagai berikut.
1)      Menjelajah dan mengeksplorasi masalah serta kepedulian klien dan lingkungannya dalam mengatasi masalah tersebut. Dengan penjelajahan ini, konselor berusaha agar kliennya mempunyai pemahaman dan alternative pemecahan baru terhadap masalah yang dialaminya. Konselor mengadakan penilaian kembali dengan melibatkan klien dan lingkungannya untuk bersama-sama menilai masalah yang dialami klien.
2)      Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara. Hal ini dapat terjadi jika klien merasa senang terlibat dalam proses konseling dan merasa butuh untuk mengembangkan potensi dirinya dalam mengatasi masalah yang dialaminya.
3)      Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kontrak dinegosiasikan agar betul-betul memperlancar proses konseling. Untuk itu konselor dank lien agar selalu menjaga perjanjian dan menginat selalu dalam pikirannya.

c.       Tahap akhir konseling
Cavanagh (1982) menyebut tahap ini dengan istilah termination. Pada tahap ini, konseling ditandai oleh beberapa hal berikut ini.
1)      Menurunnya kecemasan klien. Hal ini diketahui setelah konselor menannyakan keadaan kecemasannya.
2)      Adanya perubahan perilaku klien kea rah yang lebih positif, sehat, dan dinamik.
3)      Adanya tujuan hidup yang jelas di masa yang akan datang dengan program yang jelas.
4)      Terjadinya perubahan sikap yang positif terhadap masalah yang dialaminya, dapat mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka menyalhkan dunia luar, seperti orang tua, teman, dan keadaan yang tidak menguntungkan.
Tujuan tahap akhir ini adalah memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang tidak bermasalah. Tujuan lain dari tahap ini adalah:
a)      Terjadinya transfer of learning pada diri klien
b)      Melaksanakan perubahan perilaku klien agar mampu mengatasi masalahnya
c)      Mengakhiri hubungan konseling
2.      Konseling kelompok
Konseling kelompok adalah suatu upaya bantuan kepada peserta didik dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya.
·         Konseling kelompok bersifat pencegahan ,dalam arti bahwa klien-klien (peserta didik) yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk berfungsi secara wajar dalam masyarakat, tetapi mungkin memiliki suatu titik lemah dalam kehidupannya sehingga mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain.
·         Konseling kelompok bersifat pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhan individu , dalam arti bahwa konseling kelompok itu menyajikan dan memberikan dorongan kepada individu-individu yang bersangkutan untuk mengubah dirinya selaras dengan minatnya (Supriatna, 2011)
Konseling kelompok adalah suatu proses antarpribadi yang dinamis yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang sadar dan melibatkan fungsi-funsi terapi seperti sifat permisif, orientasi pada kenyataan, katarsis, saling mempercayai, saling memperlakukan dengan mesra, saling pengertian, saling menerima, dan saling mendukung. Fungsi-fungsi terapi terssebut diciptakan dan dikembangkan dalam suatu kelompok kecil melalui cara saling memedulikan di antara para peserta konseling kelompok. Klien dalam konseling kelompok dapat menggunakan interaksi dalam kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan tertentu, untuk mempelajari atau menghilangkan sikap-sikap dan perilaku tertentu (Supriatna, 2011).
Supriatna (2011) menyatakan prosedur konseling kelompok yaitu:
1)      Tahap pembentukan. Temanya pengenalan, perlibatan dan pemasukan diri.
2)      Tahap peralihan. Temanya pengembangan jembatan antara tahap pertama dengan tahap ketiga.
3)      Tahap kegiatan. Temanya kegiatan pencapaian tujuan.
4)      Tahap pengakhiran. Temanya penilaian dan tindak lanjut.


B.     Kelebihan dan Kekurangan Metode Belajar Konseling
1.      Teori Konseling Client-Centered
            Teori ini muncul sebagai serangan terhadap konsep yang dikembangkan oleh pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud dan teori Behavioral yang memandang manusia lebih bersifat patalisme dan mekanisme. Tokoh utama teori Client-Centered ini adalah Carl Rogers. Teori ini memandang bahwa manusia memiliki pengalaman subjektifnya sendiri dan harus bersandar pada pengalaman yang realistis.
   a). Kekurangan teori ini yaitu:
·      Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan, serta melupakan faktor intelekfaktor intelek, kognitif, dan rasional.
·      Pengguanaan informasi untuk membantu klien tidak sesuai dengan teori
·      Tujuan untuk klien (memaksimalkan diri) masih terlalu luas cakupannya hingga sulit untuk melakukan penilaian terhadap setiap individu
·      Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal
·      Meski diakui efektif, teori ini tidak memiliki bukti-bukti yang sistematik dan lengkap berkaitan dengan tanggungjawab klien yang kecil.
b). Kelebihan dari teori ini diantaranya yaitu:
·         Lebih berorientasi pada pemusatan klien dan bukan pada konselor
·         Lebih menekankan emosi, parasaan, dan afektif dalam proses konseling
·         Lebih menekankan pada identifikasi dan penekanan hubungan konseling sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian
·         Proses lebih menekankan pada sikap konselor daripada teknik
·         Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif

2.      Teori Konseling Behavioral
Teori konseling behavioral lebih memusatkan diri pada pengubahan perilaku nyata. Perilaku manusia yang tidak tepat (salrah) dapat dilatih dan dikontrol serta dimanipulasi sesuai harapan. Tokoh utama teori ini adalah D. Krumboltz, Hosford, Bandura dan Wolpe.
a). Kekurangan dari teori ini yaitu:
·         Konseling behavioral bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat manipulatif, dan mengabakan hubungan antar pribadi.
·         Lebih terkonsentrasi kepada teknik.
·         Meskipun sering menyatakan persetujuan kepada tujuan klien, konselor teteap menjadi penentu tujuan tersebut.
·         Konstruk belajar yang dikembangkan dan digunakan oleh konselor behavioral tidak cukup komprehensif untuk menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai suatu hipotesis yang harus di tes.
·         Perubahan klien hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku yang lain.
b). Kelebihan dari teori ini yaitu:
·         Teori ini lebih mudah diaplikasikan karena rinci dan sistematis.
·         Lebih memberikan ilustrasi bagaimana mengatasi keterbatasan lingkungan.
·         Hasilnya mudah diukur dan dirumuskan dalam perilaku nyata.
·         Penekanan dipusatkan pada perilaku sekarang dan bukan pada perilaku yang terjadi di masa lalu.
·         Memiliki teknik beragam sehingga banyak alternatif untuk berbagai masalah yang dihadapi.
3.      Teori Konseling Eksistensial
Teori Eksistensial berkembang  sebagai reaksi  melawan psikoanalisis dan behaviorisme  yang  di  anggap tidak berlaku adil dalam mempelajari manusia. Teori ini sangat menekankan implikasi-implikasi falsafah hiidup dalam menghayati makna kehidupan manusia  di dunia ini. Tokoh-tokoh atau promotor yang berpengaruh dalam  konseling eksistensial adalah Rollo  May, Victor E. Frankl dan Adrian Van Kaam. 
a)      Kekurangan dari teori ini yaitu:
·         Teori ini terlalu menekankan pada kesadaran dan pemahaman diri sebelum bertindak.
·         Teori konseling eksistensial tidak mempunyai teknik yang spesifik, dan lebih mengutamakan klien terhadap dirinya sendiri.
b)     Kelebihan dari teori ini yaitu:
·         Teori ini lebih memfokuskan terhadap kebutuhan akan pendekatan subjektif yang berazaskan pada suatu pandangan yang komprehensif mengenai eksistensi  manusia.
·         Lebih mengorientasikan pada perlunya suatu  pernyataan filosofis menngenai apa arti sesungguhnya terjadi diri pribadi.
·         Terciptanya hubungan yang hangat dan terbuka antara konselor dan klien. Sehingga melalui  proses antar  pribadi  ini, klien semakin menyadari kemamppuannya untuk  mengatur dan menentukan arah hidupnya sendiri secara  bebas dan bertanggung jawab.
4.      Teori Terapi Rasional Emotif
Teori  terapi rasional emotif secara konseptual menitikberatkan pada proses berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis dan bertindak. Teori ini di kembangkan oleh Albert Ellis, dan pendekatan atau teori ini kelihatannya  sangat mempprihatinkan dimensi didaktik  dan bersifat direktif dan banyak berorientasi pada dimensi pikiran.
a)         Kelebihan dari teori ini yaitu:
·         Rasional Emotif menawarkan dimensi kognitif dan menantang klien untuk meneliti rasionalitas dari keputusan yang telah diambil serta nilai yang klien anut.
·         Rasional Emotif memberikan penekanan untuk mengaktifkan pemahaman yang di dapat oleh klien sehingga klien akan langsung mampu mempraktekkan perilaku baru mereka.
·         Rasional emotif menekankan pada praktek terapeutik yang komprehensif dan eklektik.
·         Rasional emotif mengajarkan klien cara-cara mereka bisa melakukanterapi sendiri tanpa intervensi langsung dari terapis.
b)         Kekurangan dari teori ini yitu:
·         Rasional emotif tidak menekankan kepada masa lalu sehingga dalam proses terapeutik ada hal-hal yang tidak diperhatikan.
·         Rasional emotif kurang melakukan pembangunan hubungan antara klien dan terapis sehingga klien mudah diintimidasi oleh konfrontasi cepat terapis.
·         Klien dengan mudahnya terbius dengan oleh kekuatan dan wewenang terapis dengan menerima pandangan terapis tanpa benar-benar menantangnya atau menginternalisasi ide-ide baru.
·         Kurang memperhatikan faktor ketidaksadaran dan pertahanan ego.

























DAFTAR PUSTAKA
Asman, Jamal Ma’mur. 2010. Panduan Efekif Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press.
Luddin, Abu Bakar M. 2010. Dasar-dasar Konseling. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Masdudi. 2011. Bimbingan dan Konseling Perspektif Sekolah. Cirebon: at-Tarbiyah Press
Nurihsan, A. Juntika. 2007. Bimbingan & Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.
Prayitno& Amti Erman. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Jakarta: Rajawali Press.
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar